Serumpun
Doa Keikhlasan
Oleh
Nur Fitri Wulansari
Kebersamaan memang indah bila didasari oleh kasih sayang,
perhatian dan pengertian. Nuni seorang anak rajin yang sederhana. berpenampilan
sederhana, menarik namun tak menyalahi norma. Sifatnya yang sedikit pemalu
tidak membuat Nuni tersisih. Nuni terus melangkah. Ya! Tak pantang menyerah
meski ada beberapa orang yang mencibirnya, karena beberapa hal.
Ada yang cemburu karena perhatian guru-guru, ada yang tidak suka karena aktif
organisasi, dan hal lainnya. Tapi hanya dengan keyakinan kepada Tuhan-lah yang membuat dia bertahan. Latar belakang Nuni dari keluarga
biasa-biasa saja, namun kasih sayang kental terasa. Setiap anggota keluarga dapat
menghilangkan duka lara satu sama lain. Hal-hal kecil sekalipun menjadi indah bila dirasa.
Sesaat Nuni sedang termenung dan teringat satu hal yang
tak pernah Nuni lupa yaitu masa orientasi sekolah, karena hal itu merupakan
pengalaman berharga dalam hidupnya. Saat-saat indah mengenal banyak teman
sebaya. Berbaur dari latar belakang sekolah berbeda. Melda salah satunya. Anak
berparas cantik, pintar dan sedikit angkuh. Nuni telah lama mengenalnya. Mereka
satu sekolah dulunya. SMP Nusantara Bandung, tapi mereka berbeda kelas dan
pergaulan. Mulai saat itu mereka sangat akrab, bagai pulpen dan tutupnya. Selalu
bersama dengan perbedaan yang nyata. Latar belakang tak pernah di perdebatkan karena mereka saling
menerima. Melda yang berlatar belakang keluarga kaya yang memiliki segalanya. Nuni berlatar belakang sederhana
namun selalu bersyukur dengan kehidupannya. Meski terkadang ada saja masalah yang membuat Nuni
menjadi korban bibir tebal Melda dengan ocehan-ocehan
angkuhnya. Apabila
Melda sedikit saja
berkata, hati lawan bicara akan menjadi sasarannya. Itulah Melda. Laki-laki banyak yang suka,
teman segan terhadap perilakunya, gaya berlebih ciri khasnya. Di topang dengan
paras cantik, kaya, dan pintar. Lelaki mana yang tak suka??
Nuni selalu tersenyum kepada setiap orang yang dikenalnya
bahkan tersenyum kepada orang yang belum Nuni kenal. Berbagi ceria juga ilmu
yang di dapatkan menjadi hal uniknya. Segala hal bermanfaat Nuni bagikan.
Membuat teman-teman menyukai Nuni dengan keikhlasan. Meski tidak terlalu
pintar, tutur lembut perilaku jadi kebahagiaan. Hidup sederhana tapi tak rendah
diri. Selalu jadi korban kecemburuan, sahabat terdekat pun
cemburu tidak lain itu Melda.
Karena dalam segala hal Nuni yang terdepan. Melda tak terima perhatian
teman-teman kepada Nuni begitu besar. Ada saja alasan.
Di
mulai dari pembagian hasil
ulangan misalnya. “berapa nilaimu?” Tanya Melda
“nilai ulangan maksudmu Mel?” Nuni Tanya balik.
“ya iya lah Nuni… nilai apa lagi?” ucap Melda ketus.
“oh… (tersenyum) alhamdulillah Sembilan lima” jawab Nuni
ringan.
Melda
hanya berdiam setelah mengetahui nilai hasil ulangan Nuni.
***
Beberapa
minggu kemudian hubungan kekerabatan mereka mulai renggang. Kini mereka bagai
karet yang di tarik. Menjauh dan terus berjauhan. Selalu begitu. Tak pernah ada yang berubah sikap mereka satu sama lain. Meski perbedaan
semakin terasa, Nuni tetap ikhlas menerima segalanya.
Masih selalu mendekati Melda, karena Nuni merasa dia tak punya salah apa-apa. Sampai pada titik batas kesabarannya. Nuni memberi jarak dengan Melda yang tak bisa dibendung
lagi. Tidak
bisa di percaya, Melda menginjak-injak
harga diri Nuni. Menimbulkan pikiran negatif dari teman-temannya. Apa
karma masih berlaku di zaman modern seperti ini? entah apa itu namanya.
Hidup memang sebab-akibat. Seleksi alam tersirat jelas.
Keimanan sangat diuji takarannya. Tinggal bagaimana setiap manusia menghadapi
dan mensyukuri nikmat itu. Akhirnya tiba juga. Kelas baru, suasana baru, dan sebagian teman baru. Hidup
damai dengan bimbingan karunia Tuhan. Nuni yang saat itu aktif di OSIS hanya
sesekali datang ke kelas yang belum intentif itu. Pilihan hidup memang
bercabang, pilihan prioritas sangat menentukan. Akhirnya Nuni berbeda kelas
dengan Melda. Cukup tenang hati Nuni saat itu, karena tak ada pikiran buruk terhadap
Melda sahabatnya dulu. Nuni bersikap seperti biasanya. Banyak dikenal orang dengan
keanggunannya. Tak sedikit orang yang menyukainya. Bukan
termasuk orang banyak omongan
tapi perbuatan langsung dikerjakan. Tak pernah menyuruh tapi memberi contoh. Setiap
tahapan di lalui perbaikan.
Acara penerimaan siswa baru usai dilaksanakan. Nuni
kembali mengikuti pelajaran dengan intensif. Sebulan berjalan lancar. Tiba-tiba ada perasaan tak karuan. Penebusan mahal harus
dikorbankan. Pertukaran siswa terasa menyakitkan meski tak di lafalkan. Sahabat
laki-laki Nuni pindah ke kelas unggulan. Begitu yang dikatakan banyak orang.
Padahal hanya refresing dan uang tambahan belajar saja menjadi perbedaan. Diganti
oleh Melda sahabat di masa lampau yang kini menjadi penghuni kelas
keterampilan. Caci maki dulu terlontar kini diserap dengan nikmat. Rasa malu
jelas tergambar. Nuni hanya tersenyum mengingat semua hal itu. Menutup rapat
perkataan menghina saat pemilihan kelas dan jurusan. “astagfirulloh..
astagfirulloh.. astagfirulloh…” dalam hati tak henti berdzikir meredam
kekesalan, bibirnya basah oleh ucapan ampunan dan pujian. Melda tak punya teman. Nuni tetap
menawarkan, tapi sayang…. Nuni tak pernah Melda hiraukan. Sabar! Itulah
kuncinya. Allah tak akan menguji hambanya di luar batas kemampuan atau
kesanggupan. Dalam benak terlintas ayat Al-Qur’an itu. Kepahitan dirasa hambar,
dalam puncak perbatasan. Nuni unggul dalam kelas keterampilan. Komitmen dan
tanggung jawab terhadap segala hal. Persaingan sehat sengit terjadi, akademik
yang mengasikkan. Tak sama dengan Melda yang hidup dengan keangkuhan. Buram
terlihat masa depan. Peringkat memang Melda dapatkan tapi kasih sayang teman
jauh dari angan-angan. Pemilik kebaikan, Nuni banyak penghormatan.
Perhatian Nuni dapatkan dari semua orang. Tak ada rasa
angkuh sedikit pun dalam hati Nuni. Sapaan hangat selalu tersebar. Melda tak bisa membiarkan itu semua. Sedikit
demi sedikit Melda merampas apa yang Nuni dapatkan. Perhatian teman, prestasi
Nuni di organisasi, juga laki-laki yang Nuni sukai. Melihat kenyataan yang
terungkap, Nuni masih bersabar karena dukungan keluarga dan sahabat-sahabat ia
dapatkan. Hanya itu yang Nuni punya dan cukup rasanya untuk bahagia. Tak lupa
dalam ingatan karunia Tuhan jadi harapan.
Kenaikan kelas tiba. Sikap Melda masih belum berubah.
Sedangkan Nuni terus di uji. Sahabat-sahabat yang dulu selalu dekat dengannya
perlahan berpencar karena kesibukan masing-masing. Perencanaan melanjutkan
studi itu sebabnya. Karakter berbeda menyatu sangat erat perlahan mengulur
juga. Bakat berbeda dan cita-cita yang berbeda pula. Nuni merasa ada yang salah
dengannya, juga sahabatnya. Ada apa gerangan??
Percakapan masa depan. Ke lima sahabat berkumpul. “Assalamu’alaikum
sahabat-sahabatku?” sapa Nuni ramah. “wa’alaikumsalam Nuni” serempak mereka
menjawab. Melda saat itu sedang duduk di depan mendengar percakapan hangat
antara para sahabat. “Nuni jadi ambil jurusan Kimia di Universitas Pancasila?”
ujar Riska.
“Insya Allah, soalnya Nuni mulai tertarik jurusan sastra
Arab. Atau Desain grafis juga boleh.”
“emm… aku sepertinya ambil jurusan bahasa Jerman deh atau
bahasa Inggris” jawab Riska semangat.
“kalo aku mau ambil teknik Informatika” sambut Siska
“aku.. aku.. administrasi Negara dong” ucap Endah
“aku farmasi di Universitas Nusantara” ucap Marisa
“Wah.. kita satu kampus dong, kecuali Marisa” kata Nuni.
Selanjutnya mereka tertawa dan saling bercerita tentang
kejadian lucu. Kelas ramai oleh percakapan bermacam-macam. Nuni beranjak dari
kelas menuju ruang desainnya. Tiba-tiba Melda datang dan berkata “nuni mau
ngambil jurusan Desain grafis? Aduh Nuni.. sayang banget jika kamu ambil
jurusan itu. Ujung-ujungnya jadi sarjana penganguran seperti tetanggaku”
“lho gak apa-apa dong? Itu kan baru rencana aku Melda.
Pilihan pertama aku Sastra Arab, kedua kimia dan Desain grafis ketiga. Semoga
saja aku di terima di pilihan pertama.”
Melda tersenyum getir. Seolah merendahkan jurusan pilihan
Nuni. Nuni bertanya “Melda rencananya
mau lanjut studi kemana?”. Raut wajah Melda langsung berubah merah dan tanpa
berpikir panjang Melda menjawab “aku gak akan lanjut studi tahun ini.” Nuni
terkejut dan heran. Bel berbunyi tanda istirahat telah tiba.
Persiapan begitu matang disiapkan. Untuk masa depan
dibutuhkan impian dan pengorbanan. Kelulusan yang memuaskan. Hasil terbaik Nuni
dan sahabat-sahabat dapatkan. Waktu berharga selalu dimanfaatkan untuk
perbaikan. “alhamdulilah berbuah manis kerja keras kita ini” seluruh sahabat
berpelukan. Melda hanya bisa terdiam, meratapi kebahagian teman-temannya.
Kehidupan sesungguhnya baru dimulai. Perpisahan mengharukan tergores
kebahagiaan.
***
Waktu berlalu. Nuni tak pernah bertemu sahabat-sahabatnya
dulu. Meski satu Universitas tapi berbeda lokasi belajar. Tak terbayangkan
sebelumnya. Dinda menghubungi Nuni lewat pesan singkat di telpon selulernya.
Assalamu’alaikum,
Nuni ini Dinda mau titip buku untuk Melda.
Nuni membalas pesan itu, wa’alaikumsalam, boleh, silahkan saja. Memang buku apa kalo boleh tahu?
Dinda menjawab buku SNMPTN IPS, katanya
Melda mau ikut ujian tahun ini di Universitas Pancaisla jurusan Desain Grafis. Terbersit
dari ingatan nur bahwa kata-kata melda masa lampau begitu sedikit menyakiti
hati orang yang mendengarnya, khususnya Nuni.
Seakan hati ditusuk-tusuk, tak percaya semua itu. Nuni
hanya bisa mengadu pada sang Maha Pencipta Semesta Alam. Ya Allah apa benar apa
yang dikatakan Dinda itu? Melda yang dulu mengejekku karena ambil jurusan
Desain Grafis, kini malah Melda termakan omongannnya sendiri. Saat ini Melda
sedang mencari informasi tentang penerimaan mahasiswa baru di universitas
Pancasila tersebut. Semoga yang terbaik engkau rencanakan untuk hidupku
kedepannya.
Hari Senin Melda mengajak Nuni bertemu untuk mengambil
buku dari Dinda itu. Nuni pun menemui Melda dengan perasaan rindu, karena sudah
lama tak bertemu.
“assalamualaikum Melda, sudah lama kamu nunggu disini?”
“wa’alaikumsalam, lumayan kira-kira hanya tiga menit. Tak
masalah.”
Nuni membuka tasnya dan mengeluarkan dua buku titipan
Dinda kemarin. Buku tebal dengan soal-saol ujian yang di prediksikan.
“ini bukunya, selamat membaca dan belajar ya” Nuni memberi semangat.
“iya pastinya. Aku kan mau masuk universitas Pancasila
jurusan Desain Grafis. Aku bakal masuk gak ya?”
Nuni merenung dan selalu teringat perkataan Melda masa
lampau. Nuni tak menjawab itu dengan kata. Tapi Nuni hanya menjawab pertanyaan
yang di ajukan Melda dengan senyuman tulus tanda Nuni yakin Melda akan lulus
SNMPTN nanti.
Dalam hati Nuni bergumam. Insya Allah kamu pasti masuk
Jurusan Desain Mel. Aku pun akan ikut senang, karena kita akan bisa bersama
dalam satu kampus meski beda jurusan. Tapi aku harap kamu lebih merenungkan ucapan yang keluar dari mulut dan hatimu agar orang lain
tak merasa terganggu atau bahkan tersakiti oleh lisanmu itu. Semoga Allah memberikan yag
terbaik untuk kita nanti, apapun hasil akhirnya. Selamat berjuang sahabatku,
selamat merenung dan menggapai cita-cita barumu itu. Senyuman dan butir doa-doa
yang bisa aku berikan padamu agar engkau menjadi seseorang yang lebih baik dan
bisa saling memberi manfaat satu sama lain. Karena sesungguhnya
aku sangat menyayangimu wahai sahabatku.
Doa yang sama selalu Nuni sampaikan pada Rabb-nya. Entah
itu usai shalat atau jika Nuni ingat pada nama Melda yang berlenggok-lenggok
dalam benaknya. Kehidupan lebih baik dan akhir persaudaraan dan lebih baik pula.
***