Bismillah... niatkanlah segala hal yang kita lakukan hanya untuk mencari keridhoan Allah swt. tetap Istiqomah di jalanNya dan semangat!
Senin, 25 Maret 2013
~ MANSABA EXPO ~
~ MANSABA EXPO ~
Mansaba Expo merupakan sebuah sarana kegiatan yang dipersembahkan oleh OSIS MAN 1 Bandung yang bertujuan untuk memperkenalkan MAN 1 Bandung ke Masyarakat luas melalui kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh OSIS dan Ekstrakulikuler yang ada di MAN 1 Bandung.Dengan mengadakan open house dan berbagai kegiatan perlombaan yang bertemakan "ISLAMIC AND TRADITIONAL" sebagai ciri khas dari MAN 1 Bandung.
Adapun open house menampilkan
-Bazar makanan sunda&modern dll
-Stan Ekstrakulikuler MAN 1 Bandung
-Stan Keterampilan:
~Maintenance and Repair Computer(MR Komputer)
~Tata Busana (TABUS)
~las gas dan las listrik(LAPALO)
Lomba pada 29 Maret pukul 8:00 sampai 31 Maret pukul 17:00 diPerlombaan yang diselenggarakan :
-Membatik(SD/MI)
-Kaligrafi(SMP/MTs)
-Festival Nasyid(SD/MI/SMP/MTs)
-MTQ(SD/MI/SMP/MTs)
-Tari Jaipong:
~Tunggal(SD/MI/SMP/MTs)
~Rampak(SD/MI/SMP/MTs)
Tari Klasik:
~Tunggal(SD/MI/SMP/MTs)
~Rampak(SD/MI/SMP/MTs)
Pendaftaran paling lambat 28 Maret 2013
Ayo daftarkan adik-adiknya ^_^
cp: Ine 08986140677
Ilham 085720032296
Senin, 18 Maret 2013
Makalah Model Pengembanga Kurikulum
MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
dosen
pengampu: Prof. Dr. Wina Sanjaya, M.Pd.
Disusun
oleh:
Dian Ludiawanti NIM 1105725
Herlangga
Juniarko NIM 1104108
Nur
Fitri Wulansari NIM 1102489
DIK
4 B
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendekatan dapat diartikan sebagai
titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tenteng terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan
kurikulum merujuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum.
Model merupakan pola (contoh, acuan,
ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pengembangan kurikulum mempunyai
makna yaitu penyusunan kurikulum yang sama sekali baru atau bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada (Sanjaya,2008:77). Pengembangan
kurikulum menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar
kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program
pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan. Untuk memudahkan
pengembangan kurikulum diperlukan sebuah rancangan yang dapat membantu dalam
prosesnya. Model pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai pola atau acuan
seluruh perangkat kurikulum yang dirancang dan digunakan untuk menerjemahkan
sesuatu realitas yang lebih praktis sehingga mempermudah pengelolaan kurikulum
itu sendiri.
Kurikulum dibuat oleh manusia dan
digunakan pula oleh manusia. Setiap pengembangan model yang dikembangkan oleh
para ahli pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Semua bergantung pada
kecerdasan kita dalam memilih model yang tepat dalam penerapannya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pendekatan-pendekatan
pengembangan kurikulum dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian
isi kurikulum, dan orientasi
penyusunan kurikulum?
2. Apa saja model yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana prosedur umum pengembangan
kurikulum?
4. Apa
fungsi dan tujuan dalam kurikulum muatan lokal?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah penelitian ini disusun
dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui pendekatan-pendekatan
pengembangan kurikulum dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum,
pengorganisasian isi kurikulum, dan
orientasi penyusunan kurikulum.
2. Mengetahui model-model yang
digunakan dalam pengembangan kurikulum.
3. Mengetahui fungsi dan tujuan muatan
lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan, Model, dan Prosedur Pengembangan
Kurikulum
A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan kurikulum ialah cara kerja
dengan cara menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikut
langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang
lebih baik. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap suatu proses tertentu. Pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna
yang cukup luas. Menurut Sukmadinata, pengembangan kurikulum bisa berarti
penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (Curiculum Constraction), bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang sudah ada (Curiculum Improvement). Selanjutnya,
beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun
seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan
sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengjaran, sampai dengan
pedoman-pedoman pelaksanaan (Macro Curiculum).
B. Model-model Pengembangan Kurikulum
a.
Model
Konsep
1)
Model
Humanistik
Model kurikulum humanis yaitu suatu
model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri.
Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada
aspek intelektual (kurikulum subjek akademis)
Kurikulum
ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai
prasyarat dan sebagai bahan integral dari proses belajar. Para pendidik
humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang
sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.
2)
Model
Subjek Akademik
Model kurikulum subjek akademis yaitu
suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta elatih
peserta didik menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode
ekspositori dan inkuiri.
3)
Model
Rekonstruksi Sosial
Model
kurikulum rekonstruksi sosial yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama
menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau
gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan bekerja
sama untuk memecahkannya.
Pendekatan
ini memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat,
seperti polusi, ledakan, penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi. Dalam
gerakan ini terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap
kurkulum, yaitu :
a. Rekonstruksionalisme Konservatif
Pendekatan ini mneganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
b. Rekonstruksionalisme Radikal
Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun non0formal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
4)
Model
Teknologis (Sistemik)
Model kurikulum teknologi yaitu model
lurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetansi bagi para peserta
didik, melalui metodw ppembelajaran individual, media, buku, elektronik, sehingga
dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
b.
Model
Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikulum pada dasarnya berkaitan dengan
rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu realitas yang lebih
praktis sehingga mempermudah pengelolaan kurikulum itu sendiri. Dalam buku
Kurikulum dan Pembelajaran, menjelaskan manfaat model dalam pengembangan
kurikulum, diantaranya model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan
interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil
observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang
bersifat kompleks dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan
kegiatan (Sanjaya, 2010: 82).
Model-model pengembangan kurikulum menurut beberapa ahli
kurikulum:
1)
Model
Ralph W. Tyler
Salah satu model pengembangan
kurikulum klasik yang disebutkan dalam buku Basic
Principles of Curriculum and Instructions adalah model Tyler. Model
pengembangan kurikulum Tyler beranggapan bahwa dalam pengembangan kurikulum
diperlukan proses pemilihan tujuan pendidikan. Tyler mengemukakan tiga hal yang
harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pembelajar, lingkungan
sosial di luar sekolah, dan mata pelajaran. Setelah mengetahui tiga hal
tersebut, perencana kurikulum dapat mengetahui dan menyaring dua hal yang harus
diperhatikan, yaitu latar belakang filosofi pendidikan dan latar belakang
filosofi sosial.
Hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a)
Siswa
Tyler
mengemukakan bahwa dalam pengembangan kurikulum dimulai dengan mencari data,
dan menganalisis data yang relevan dengan kebutuhan siswa. Cakupan kebutuhan
yang harus diperhatikan meliputi kebutuhan pendidikan, kebutuhan sosial,
psikologi siswa. Data-data tersebut dapat diperoleh dari observasi guru,
interview dengan siswa, orang tua, kuisioner dan tes.
b)
Lingkungan Sosial
Langkah
selanjutnya yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah
pengaruh lingkungan sosial, meliputi kesehatan, lingkungan keluarga, agama, dan
peraturan umum yang berlaku di lingkungan tersebut. Dalam pengembangan
kurikulum harus menganalisis atau menghubungkan keadaan sosiologis dalam
memberikan pengaruh terhadap kecerdasan dan kebutuhan social.
c)
Mata Pelajaran
Dalam
perkembangannya model pengembangan kurikulum mengalami perubahan. Banyak metode
yang kurang memperhatikan faktor tujuan mata pelajaran secara khusus, yang ada
adalah tujuan pendidikan secara global. Menurut Tyler dalam pengembangan
kurikulum harus diperhatikan tujuan dalam setiap mata pelajaran.
Tyler
berpendapat bahwa dalam pengembanagan kurikulum itu harus diperhatikan juga
latar belakang filosofi sosial dan latar belakang filososi psikologi. Setelah
semua hal yang dijelaskan di atas telah dipenuhi dalam pengembangan kurikulum,
langkah-langkah pengembangan kurikulum yang harus dipenuh, yaitu menentukan
dengan tepat tujuan (objek) pembelajaran, penyeleksian dalam materi
pembelajaran, pengaturan, pengawasan dan evaluasi. Jadi kesimpulannya dalam
pengembangan model kurikulum Tyler ini terdapat interaksi antara siswa dan juga
faktor kondisi sosial, sehingga dapat terwujud lingkungan belajar yang saling
berinteraksi (Oliva, :132).
Sebelum
merencanakan suatu model kurikulum, Ralph W Tyler merumuskan empat pertanyaan
mendasar yang harus terjawab dalam suatu pengembangan kurikulum.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a) What educational purpose should the school seek to attain? Apa tujuan pendidikan yang harus dicapai di sekolah?
b) What educational experiences can be provided that are likely to attain
these purposes? Apa pengalaman pendidikan yang dapat
disediakan jika kita mencapai tujuan tersebut?
c) How can these educational experiences be effectively organized? Bagaimana pengalaman pendidikan dapat diorganisir secara efektif?
d) How can we determine whether these purposes are being attained? Bagaimana kita mampu memutuskan apakan tujuan ini telah tercapai.
Dari keempat pertanyaan mendasar tersebut, disusunlah langkah-langkah pengembangan
kurikulum model Tyler adalah sebagai berikut:
a)
Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai
berikut: (1) mempelajari siswa sebagai sumber tujuan. (2) mempelajari kehidupan
kontemporer dilingkungan masyarakat, (3) penentuan tujuan berdasarkan tinjauan
filosofis, (4) peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.
b)
Menentukan pengalaman
belajar. Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu : (1)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi
tujuan, (2) pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, (3) siswa harus
terlibat dalam belajar, (4) diberikan beberapa pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan pendidikan, (5) pengalaman belajar yang disediakan dapat
menghasilkan beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh
informasi, mengembangkan sikap sosial, mengembangkan minat.
c)
Pengorganisasian pengalaman
belajar
Ada tiga prinsip menurut Tyler (1950:
55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu: kontinuitas, urutan isi,
dan integrasi.
Prinsip kontinuitas ada yang bersifat
vertikal dan horizontal. Bersifat vertikal artinya pengalaman belajar yang
diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan
pengalaman belajar selanjutnya. Prinsip kontinuitas bersifat horizontal artinya
bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan
bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
Prinsip
urutan isi, sebenarnya erat hubungannya dengan kontinuitas, perbedaannya
terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya, setiap
pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memerhatikan tingkat
perkembangan siswa. pengalaman belajar yang diberikan di kelas lima harus
berbeda dengan pengalaman pada tingkat selanjutnya.
d)
Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar
siswa sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui kelemahan dan kekuatan program
kurikulum. Ada dua aspek yang
perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai
apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih
dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.
2)
Menurut
John D. Mc. Neil
The Humanistic
Curriculum by John D. MCNeil
Kurikulum humanistik menekankan peran
penting pada aktivitas-aktivitas yang berupa eksploratori, puxxeling, dan
tumbuh alami (spontanitas). Semua kegiatan inilah yang polok dalam inovasi dan
pembaharuan sendiri (self-renewal). Kurikulum humanistik memberikan kesempatan
utama pada para peserta didik. Bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah
pusat kegiatan pendidikan. Merek adalah subjek yang menjadi potensi, punya
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis berpegang pada
konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja
segi fisik dan intelektual, akan tetapi segi sosial dan afektif (emosi, sikap,
perasaan, nilai, dll.). Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap
pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang
oleh guru. Pendidikan humanistik menekankan peran siswa. pendidikan merupakan
suatu upaya untuk menciptakan situasi yang pesimistif, rileks, akrab. Berkat
situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Menurut
McNeil "the new Humanists are self
actualizer who see curriculum as a liberating process that can meet the need
for growth and personal integrity". Tugas guru adalah menciptakan
situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan
pemecahan masalah sendiri.
Ketentuan Kurikulum
Humanistik
Dua bentuk umum kurikulum humanistic
yaitu: Confluent dan Consciousness. Walaupun pendidikan
konfluen definisinya berbeda satu sama lain dengan Consciousness, namun ada kesamaan umum dalam memasukkan pengaruh
pada isi kurikulum tersebut. Pendidikan konfluen menekankan pada keberadaan
materi pokok kurikulum (subject matter
curriculum), banyak aplikasi sebagaimana ”sebuah pemusatan kurikulum’’ yang
membuat para siswa menjadi subject matter
dan emosi, perasaannya, serta pemikiran yang berbasis pada inquiry dan belajar. Sedang kurikulum Consciousness mengikatkan pada spiritualitas dan transenden-yang
dalam pengalaman kami secara pribadi dalam ketidaksadaran subyektif diri
sendiri, seperti pada perasaan yang tidak ada hubungannya dengan dunia di
sekitar kita. Barangkali memerlukan intuisi, kemisteriusan, dan mistis siswa yang
mencari makna dan tujuan dalam kerja dan hidupnya.
Peranan Guru
Kurikulum
humanistic menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. guru
selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan siswa juga mampu
menjadi sumber. Ia memberikan materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi
yang memperlancar proses belajar. Guru harus memberikan dorongan kepada siswa
atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh guru tetapi
juga oleh siswa. guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak disenangi siswa.
Sesuai dengan prinsip yang dianut,
kurikulum humanistik menemankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu memberikan
pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Delam evaluasinya,
kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses
daripada hasil. Kalau kurikulum yang biasa terutama subjek akademis mempunyai
kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria
pencapaian. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang
lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. kegiatan yang mereka lakukan hendaknya
bermanfaat bagi siswa. kegiatan belajar yang baik adalah memberikan pengalaman
yang akan membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain
dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penilaiannya bersifat
subjektif baik dari guru maupun para siswa.
3)
Menurut
Peter F. Oliva
Dalam buku Developing The Curiculum, Oliva mengemukakan bahwa suatu
model kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Model
pengembangan kurikulum yang ia kemukakan terdiri dari 12 komponen yang harus
dikembangkan.
Komponen I adalah perumusan filosofis,
sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuannya bersumber dari
analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen II adalah analisis kebutuhan
masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari
disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber
kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II ini. Komponen I berisi
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal, sedangkan dalam
komponen II sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
Komponen
III dan IV berisi tantang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang
didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II.
Sedangkan, dalam komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum.
Komponen
VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan
tujuan khusus pembelajaran. (bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan
umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri).
Apabila
tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi
pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada
komponen VIII. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan
strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). selanjutnya
pengembangan kurikulum diteruskan pada komponen X yaitu mengimplementasikan
strategi pembelajaran.
Setalah
strategi diimplementasikan, pengembang kurikulum kembali pada komponen IX yaitu
komponen IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian
seperti yang telah ditetapkan pada komponen IX A bisa ditambah atau direvisi
setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
Dari
penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen XI dan
XII dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut
Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi.
Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus,
misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam
tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model
ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program
kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program
pembelajaran secara khusus.
4)
Model
Taba
Model Taba lebih menitikberatkan kepada bagaimana
mengembangkan kurikulum sebagai ssuatu proses perbaikan dan penyempurnaan.
Dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para
pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya
dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip
dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum,
dan mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Tetapi, menurut Hilda Taba
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan
kurikulum. Oleh karena itu, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik
yaitu dengan pendekatan induktif. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model
terbalik dari Taba ini (Oliva, 2005:135), yaitu:
a. Menghasilkan
unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
1) Mendiagnosis Kebutuhan. Pada langkah
ini, pengembang kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa.
Melalui diagnosis tentang “gaps”, berbagai kekurangan (defeciencies), dan
perbedaan latar belakang siswa.
2) Memformulasikan tujuan. Setelah
kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum
merumuskan tujuan.
3) Memilih isi. Pemilihan isi
kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi
bukan saja didasarkan kepada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah
kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya
untuk siswa.
4) Mengorganisasi ini. Melalui
penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun
urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum
itu diberikan.
5) Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini
ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk
mencapai tujuan kurikulum.
6) Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru
selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang
telah ditentukan itu ke dalam paket-paket kegiatan. Sebaiknya dalam menentukan
paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung
jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
7) Menentukan alat evaluasi serta prosedur
yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini guru
dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi
siswa, apakah siswa sudah dapat mencapai tujuan atau belum.
8) Menguji Keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini
perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan
tipe-tipe belajar siswa.
b. Menguji coba
unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan
penggunaannya.
c. Merevisi dan
mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam
uji coba.
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka
kurikulum.
e. Implementasi
dan diseminasi kurikulum yang teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan
guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta
mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.
9) Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum
merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Proses pengembangan kurikulum
terjadi secara terus-menerus. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum
terdiri dari lima fase ( tahap ). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang
berlangsung secara sistematis atau berurut. Artinya kita
tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua, manakala tahapan pertama belum
terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan,
kita akan kembali pada tahap awal. Demikian proses pengembangan sebuah
kurikulum berlangsung tanpa ujung. Wheeler berpendapat, pengembangan kurikulum
terdiri atas lima tahap, yakni :
a. Menentukan
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat
normatif yang menagandung tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum
yang bersifat praktis ( goals ). Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang
bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan yang mudah diukur
ketercapainnya.
b. Menentukan
pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai
tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c. Menentukan isi
atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
d. Mengorganisasi
atau menyatukan pengalaman belajar.
e. Melakukan sevaluasi
setiap fase pengembangan dan pencapaain tujuan.
Dari
langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheeler, maka tampak
bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran). Pada
hakekatnya setiap tahapan pada siklus membentuk sebuah sistem yang terdiri dari
komponen-komponen pengembangan yang saling bergantung satu sama lainnya.
10)
Model
Nicholls
Model pengembangan kurikulum Nichools
menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nichools digunakan
apabila ingin meyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan
situasi. Adapun lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nichools, yaitu :
a. Analisa
Situasi.
b. Menentukan
Tujuan Khusus.
c. Mennetukan dan
mengorganisasi isi pelajaran.
d. Menentukan dan
mengorganisasi metode.
e. Evaluasi.
11)
Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan
kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah model pengembangan kurikulum
pada level sekolah (school Nased Curriculum Development). Skilbeck menjelaskan
model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan
baik, maka setiap pengembangan termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok
yang dimulai dari menganalisis sesuatu sampai pada melakukan penilaian.
Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat
dijadikan alternatif dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut
Skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah:
a. Menganalisis situasi
b. Memformulasikan
tujuan
c. Menyusun
program
d. Interpretasi
dan omplementasi
e. Monitoring,
feedback, penilaian, rekonstruksi.
C. Prosedur Umum Pengembangan
Kurikulum
D. Kurikulum Muatan Lokal
a.
Pengertian
Muatan Lokal
1. Kurikulum
Muatan Lokal menurut Surat Keputusan Dirjen tahun 1987 adalah kurikulum yang
diperkaya dengan materi pelajaran yang ada di lingkungan setempat.
2. Kurikulum
Muatan Lokal yang ada di kurikulum tahun 1994 adalah materi pelajaran yang
diajarkan secara terpisah menjadi bahan kajian sendiri, dan tertera dalam
program kurikulum secara terpisah pula.
3. Menurut
Soewardi 1980 muatan lokal pada intinya adalah materi pelajaran dan pengenalan
berbagai hal yang memperlihatkan cirri khas daerah tertentu yang bukan saja
terdiri atas berbagai keterampilan dan kerajinan tradisional, tetapi juga
manifestasi kebudayaan daerah seperti bahasa daerah, tuliasan daerah, legend
dan adat istiadat.
4. Kurikulum muatan lokal ialah program
pendidikan yang isi dan media penyampaiannya di kaitkan dengan lingkungan alam
dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di
daerah tersebut. Lingkungan yang terkait terdiri atas dua macam lingkungan:
1.
Lingkungan
alam phisik
· Lingkungan alam phisik alami,
misalnya: daerah rural , urban, semi rural, dan semi urban.
· Lingkungan phisik buatan, misalnya:
lingkungan dekat pabrik, pasar, pariwisata, jalan besar, pelabuhan
dan sebagainya.
2.
Lingkungan
masyarakat
Menurut Prof. A. Sigit, lingkungan masyarakat memiliki tujuh
lapisan lapangan hidup, yaitu:
1) Masyarakat yang berlapang hidup
dalam bidang ekonomi, misalnya: pertanian, perdagangan, kerajinan, peterhakan,
perikanan, perkebunan, trasportasi, jasa dll.
2) Berlapang hidup dalam bidang
politik, misalnya: pimpinan partai, pimpinan lembaga pemerintah
maupun swasta.
3) Berlapang hidup dalam bidang ilmu
pengetahuan, misalnya: guru, peneliti, pengarang dll.
4) Berlapang hidup dalam bidang
keagamaan, misalnya: orang yang bekecimpung dalam perayaan hari besar agama,
adat istiadat dan lainsebagainya.
5) Berlapang hidup dalam bidang olah
raga, kurikulum dalam muatan lokal misalnya: berbagai permainan daerah.
6) Berlapang hidup dalam bidang
kekeluargaan, kurikulum muatan local misalnya: gotong royong, silaturahmi,
melayat dan lain sebagainya.
Menurut
sejarah, sebelum ada sekolah formal, pendidikan yang berprogram muatan lokal
telah dilaksanakan oleh para orang tua dengan metode drill dan dengan trial
& error serta berdasarkan berbagai pengalaman yang mereka hayati.
Pendidikan yang diajarkan bertujuan
agar anak-anak mereka dapat mandiri dalam kehidupan. Sedangkan keberhasilan
metode ini ditandai oleh mereka yang dapat hidup dengan mandiri.
Kurikulum muatan lokal di bentuk dan
diberikan pada anak didik dalam rangka pengenalan dan pemahaman atas warisan
karakteristik daerah masing-masing.
b.
Ruang
Lingkup Kurikulum Muatan Lokal
Ruang lingkup kurikulum muatan lokal
adalah sebagai berikut:
1. Lingkup
isi muatan lokal didasarkan pada keadaan daerah, kebutuhan lingkungan dan
kebutuhan siswa yang akan belajar.
2. Lingkup
sekolah.
3. Lingkup
wilayah.
c.
Fungsi Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum fungsi kurikulum muatan
lokal adalah:
1. Mengelola
lingkungan alam secara bertanggung jawab, melestarikan nilai-nilai dan mengembangkan
kebudayaan daerah serta meningkatkan mutu pendidikan dan jati diri manusia
Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Menumbuhkna
dan mengembangkan sikap senang bekerja, bergaul, memelihara, dan meningkatkan
cita rasa keindahan, kebrsihan, kesehatan, serta ketertiban, dalam upaya
meningkatkan mutu kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga
Negara Indonesia yang bertanggung jawab.
d.
Tujuan
Kurikulum Muatan lokal
Dibentuknya sebuah kurikulum, sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, begitu juga kurikulum muatan lokal.
Adapun tujuan-tujuan dalam kurikulum muatan lokal antara lain: berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, trampil, beretos kerja, profesional,
mementingkan pekerjaan yang praktis, sehat jasmani, cinta lingkungan,
kesetiakawanan sosial, kreatif-inovatif untuk hidup, produktif, dan cinta tanah
air. Tujuan lain dari kurikulum muatan lokal, yaitu: Tujuan langsung dan tujuan
tak langsung.
1)
Tujuan
Langsung
· Memudahkan murid dalam menyerap
bahan pelajaran.
· Sumber belajar di daerah dapat lebih
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
· Murid lebih mengenal kondisi alam.
2)
Tujuan
Tak Langsung
· Meningkatkan pengetahuan murid
mengenai daerahnya.
· Menanamkan jiwa mandiri untuk
menolong orang tua dan dirinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
· Menjadikan murid akrab dengan
lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.
Kedudukan
Muatan Lokal Dalam Kurikulum
Muatan lokal dalam kurikulum menjadi
mata pelajaran yang berdiri sendiri atau menjadi kajian mata pelajaran yang
sudah ada. Sebagai mata pelajara yang berdiri sendiri, biasanya kurikulum
muatan lokal memiliki alokasi waktu tersendiri.
Sumber Bahan Muatan Lokal
Muatan
lokal mempunyai beberapa sumber bahan ajaran, antara lain sebagai berikut:
1.
Nara
Sumber
· Pengalaman seorang guru
· Ketrampilan yang dimiliki peserta
didik
· Narasumber yang datang dengan
tiba-tiba dari alam sekitar
2.
Software
Sumber
muatan lokal yang terdapat pada berbagai tulisan atau mungkin juga terdapat
pada berbagai film dokumentasi yang sengaja dibuat sebagai sumber muatan lokal.
3.
Hardware
Suatu
bahan ajaran yang sifatnya dapat di amati dan dapat diraba, misalnya berbagai
alat upacara daerah, alat pertanian, alat pertukangan, alat kesenian dan
sebagainya.
4.
Lingkungan
Sumber
bahan muatan lokal yang terdapat disekitar, biasanya bersifat historis,
misalnya: museum, monument, adat istiadat dan lain sebagainya.
5.
Berbagai
hasil diskusi oleh berbagai pakar atau nara sumber yang relevan
Sistem
Penyampaian
Dalam
penyampaian kurikulum ini, menggunakan suatu metode mengajar. Akan tetapi
metode yang dipilih tergantung pada jumlah siswa, sifat bahan yang digunakan,
media yang tersedia, kesiapan guru, waktu pelaksanaan dan situasi.
Kendala
atau Rintangan
Sesuai dengan flow chart pada PROSES
PEMBELAJARAN maka kendala-kendalanya dapat dilihat dari berbagai sudut sebagai
berikut:
1. Peserta didik : minat dan kebutuhan
peserta didik yang sangat heterogen.
2. Guru : minimnya kualitas maupun kuantitas dalam
hal metodologinya.
3. Administrasi : administrasi kurikulum yang tidak jelas.
4. Sarana/prasarana : buku, dana dan silabus yang belum
jelas.
5. Kurikulum : perbedaan kurikulum disetiap daerah.
e.
Format
Kurikulum Muatan Lokal
Sesuai
dengan tujuan penyajian GBPP bahwa guru diberikan kesempatan untuk berkreasi
mengembankan sendiri materi yang disediakan untuk dijadikan rencana pengajarn
yang menarik menurut dia, maka kurikulum muatan lokal juga menyajikan
materiyang sifatnya masih umum.
f.
Pengembangan
Muatan Lokal
Karena bahan mauatan lokal sifatnya mandiri dan tidak
terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
dalam muatan lokal ini sangat menentukan. Untuk melaksanakan pengembangan,
harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1) Menyusun perencanaan muatan lokal.
2) Melaksanaan pembinaan.
3) Merencanakan pengembangan.
1.
Menyusun
perencanaan muatan lokal
Dalam menyusun suatu perencanaan
muatan lokal menyangkut berbagai sumber seperti pengajar, metode, media, dana
dan evaluasinya.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan bahan muatan lokal yang akan di ajarkan:
Langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan bahan muatan lokal yang akan di ajarkan:
a. Mengidentifikasi segala sesuatu yang
mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal.
b. Menyeleksi bahan muatan lokal.
c. Mencari sumber bahan, tertulis
maupun yang tidak tertulis.
d. Mengusahakan sarana/prasarana yang
relevan dan terjangkau.
Setelah perencanaan kurikulum muatan
lokal yang serapi mungkin, akan tetapi dalam pelaksanaannya tentu akan
mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Oleh karena itu diperlukan suatu
pembinaan yang dilakukan secara continue oleh tenaga-tenaga yang professional.
2.
Pengembangan Muatan Lokal
Dalam
muatan lokal ada dua arah pengembangan, yakni:
a. Pengembangan untuk jarak jauh
b. Pengmbangan untuk jarak pendek
Pengembangan jangka jauh dilaksanakan
secara berurutan atau berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yangn pernah
ada pada sekolah-sekolah di bawahnya.
Sedangkan pengembangan dalam jangka
pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara: menyusun kurikulum
muatan lokal kemudian menyusun GBPP-nya dan direvisi setiap saat. Setelah
pengembangan, masih ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
v Perluasan muatan lokal
Cukup memberikan pada
siswa dasar-dasar bahan muatan lokal dari berbagai muatan lokal, sedangkan
pendalamannya dilaksanakan pada periode selanjutnya.
v Pendalaman muatan lokal
Setelah siswa mengetahui
dasar dari bahan muatan lokal, maka kemudian diperdalam sampai mendalam,
misalnya: siswa sudah mengetahui dasar bahan muatan lokal tentang pertanian,
maka dilanjutkan mengenai bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkannya,
penyakitnya, pemasarannya dan sebagainya
Daftar Isi
Abdullah. 2007. Pengembangan KURIKULUM Teori & Praktik.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Dakir, H. 2004. PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN KURIKULUM.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hamlik, Oemar. 2005.
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Subandijan. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Soetopo,
Drs. Hendiyat, 1982. Pembinaan Dan
Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara.
Idi,
Abdullah. 2009. Pengembangan Kurikulum
Teori Dan Praktik. Yogjakarta: Ar-Ruzz Meda.
Langganan:
Postingan (Atom)