Senin, 25 Maret 2013

~ MANSABA EXPO ~



 ~ MANSABA EXPO ~

Mansaba Expo merupakan sebuah sarana kegiatan yang dipersembahkan oleh OSIS MAN 1 Bandung yang bertujuan untuk memperkenalkan MAN 1 Bandung ke Masyarakat luas melalui kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh OSIS dan Ekstrakulikuler yang ada di MAN 1 Bandung.Dengan mengadakan open house dan berbagai kegiatan perlombaan yang bertemakan "ISLAMIC AND TRADITIONAL" sebagai ciri khas dari MAN 1 Bandung.

Adapun open house menampilkan
-Bazar makanan sunda&modern dll
-Stan Ekstrakulikuler MAN 1 Bandung
-Stan Keterampilan:
~Maintenance and Repair Computer(MR Komputer)
~Tata Busana (TABUS)
~las gas dan las listrik(LAPALO)

Lomba pada 29 Maret pukul 8:00 sampai 31 Maret pukul 17:00 diPerlombaan yang diselenggarakan :
-Membatik(SD/MI)
-Kaligrafi(SMP/MTs)
-Festival Nasyid(SD/MI/SMP/MTs)
-MTQ(SD/MI/SMP/MTs)
-Tari Jaipong:
~Tunggal(SD/MI/SMP/MTs)
~Rampak(SD/MI/SMP/MTs)
Tari Klasik:
~Tunggal(SD/MI/SMP/MTs)
~Rampak(SD/MI/SMP/MTs)

Pendaftaran paling lambat 28 Maret 2013
Ayo daftarkan adik-adiknya ^_^

cp: Ine 08986140677
Ilham 085720032296

Senin, 18 Maret 2013

Makalah Model Pengembanga Kurikulum


MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH


diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
dosen pengampu: Prof. Dr. Wina Sanjaya, M.Pd.

Disusun oleh:
           Dian Ludiawanti                     NIM    1105725
Herlangga Juniarko                 NIM    1104108
Nur Fitri Wulansari                 NIM    1102489

DIK 4 B

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
          Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tenteng terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum merujuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
          Model merupakan pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yaitu penyusunan kurikulum yang sama sekali baru atau bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (Sanjaya,2008:77). Pengembangan kurikulum menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan. Untuk memudahkan pengembangan kurikulum diperlukan sebuah rancangan yang dapat membantu dalam prosesnya. Model pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai pola atau acuan seluruh perangkat kurikulum yang dirancang dan digunakan untuk menerjemahkan sesuatu realitas yang lebih praktis sehingga mempermudah pengelolaan kurikulum itu sendiri.
          Kurikulum dibuat oleh manusia dan digunakan pula oleh manusia. Setiap pengembangan model yang dikembangkan oleh para ahli pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Semua bergantung pada kecerdasan kita dalam memilih model yang tepat dalam penerapannya.

B.  Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana pendekatan-pendekatan pengembangan kurikulum dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, dan orientasi penyusunan kurikulum?
2.    Apa saja model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?
3.    Bagaimana prosedur umum pengembangan kurikulum?
4.    Apa fungsi dan tujuan dalam kurikulum muatan lokal?

C.  Tujuan Penulisan Makalah
          Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah penelitian ini disusun dengan tujuan untuk:
1.    Mengetahui pendekatan-pendekatan pengembangan kurikulum dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, dan orientasi penyusunan kurikulum.
2.    Mengetahui model-model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum.
3.    Mengetahui fungsi dan tujuan muatan lokal.



BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan, Model, dan Prosedur Pengembangan Kurikulum

A.  Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan kurikulum ialah cara kerja dengan cara menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikut langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata, pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (Curiculum Constraction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang sudah ada (Curiculum Improvement). Selanjutnya, beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengjaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (Macro Curiculum).

B.  Model-model Pengembangan Kurikulum
a.    Model Konsep
1)   Model Humanistik
Model kurikulum humanis yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis)
 Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bahan integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.

2)   Model Subjek Akademik
Model kurikulum subjek akademis yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta elatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.

3)   Model Rekonstruksi Sosial
Model kurikulum rekonstruksi sosial yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan bekerja sama untuk memecahkannya.
Pendekatan ini memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan, penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi. Dalam gerakan ini terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurkulum, yaitu :

a. Rekonstruksionalisme Konservatif
Pendekatan ini mneganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.

b. Rekonstruksionalisme Radikal
Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun non0formal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.

4)   Model Teknologis (Sistemik)
Model kurikulum teknologi yaitu model lurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetansi bagi para peserta didik, melalui metodw ppembelajaran individual, media, buku, elektronik, sehingga dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.

b.   Model Pengembangan Kurikulum
          Model pengembangan kurikulum pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu realitas yang lebih praktis sehingga mempermudah pengelolaan kurikulum itu sendiri. Dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran, menjelaskan manfaat model dalam pengembangan kurikulum, diantaranya model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan (Sanjaya, 2010: 82).
          Model-model pengembangan kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum:

1)   Model Ralph W. Tyler
          Salah satu model pengembangan kurikulum klasik yang disebutkan dalam buku Basic Principles of Curriculum and  Instructions adalah model Tyler. Model pengembangan kurikulum Tyler beranggapan bahwa dalam pengembangan kurikulum diperlukan proses pemilihan tujuan pendidikan. Tyler mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pembelajar, lingkungan sosial di luar sekolah, dan mata pelajaran. Setelah mengetahui tiga hal tersebut, perencana kurikulum dapat mengetahui dan menyaring dua hal yang harus diperhatikan, yaitu latar belakang filosofi pendidikan dan latar belakang filosofi sosial.

Hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a)   Siswa
Tyler mengemukakan bahwa dalam pengembangan kurikulum dimulai dengan mencari data, dan menganalisis data yang relevan dengan kebutuhan siswa. Cakupan kebutuhan yang harus diperhatikan meliputi kebutuhan pendidikan, kebutuhan sosial, psikologi siswa. Data-data tersebut dapat diperoleh dari observasi guru, interview dengan siswa, orang tua, kuisioner dan tes.

b)   Lingkungan Sosial
Langkah selanjutnya yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah pengaruh lingkungan sosial, meliputi kesehatan, lingkungan keluarga, agama, dan peraturan umum yang berlaku di lingkungan tersebut. Dalam pengembangan kurikulum harus menganalisis atau menghubungkan keadaan sosiologis dalam memberikan pengaruh terhadap kecerdasan dan kebutuhan social.

c)    Mata Pelajaran
Dalam perkembangannya model pengembangan kurikulum mengalami perubahan. Banyak metode yang kurang memperhatikan faktor tujuan mata pelajaran secara khusus, yang ada adalah tujuan pendidikan secara global. Menurut Tyler dalam pengembangan kurikulum harus diperhatikan tujuan dalam setiap mata pelajaran.

          Tyler berpendapat bahwa dalam pengembanagan kurikulum itu harus diperhatikan juga latar belakang filosofi sosial dan latar belakang filososi psikologi. Setelah semua hal yang dijelaskan di atas telah dipenuhi dalam pengembangan kurikulum, langkah-langkah pengembangan kurikulum yang harus dipenuh, yaitu menentukan dengan tepat tujuan (objek) pembelajaran, penyeleksian dalam materi pembelajaran, pengaturan, pengawasan dan evaluasi. Jadi kesimpulannya dalam pengembangan model kurikulum Tyler ini terdapat interaksi antara siswa dan juga faktor kondisi sosial, sehingga dapat terwujud lingkungan belajar yang saling berinteraksi (Oliva, :132).
          Sebelum merencanakan suatu model kurikulum, Ralph W Tyler merumuskan empat pertanyaan mendasar yang harus terjawab dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a)    What educational purpose should the school seek to attain?  Apa tujuan pendidikan yang harus dicapai di sekolah?
b)   What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes?  Apa pengalaman pendidikan yang dapat disediakan jika kita mencapai tujuan tersebut?
c)    How can these educational experiences be effectively organized?  Bagaimana pengalaman pendidikan dapat diorganisir secara efektif?
d)   How can we determine whether these purposes are being attained?  Bagaimana kita mampu memutuskan apakan tujuan ini telah tercapai.

          Dari keempat pertanyaan mendasar tersebut, disusunlah langkah-langkah pengembangan kurikulum model Tyler adalah sebagai berikut:
a)   Menentukan tujuan
         Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) mempelajari siswa sebagai sumber tujuan. (2) mempelajari kehidupan kontemporer dilingkungan masyarakat, (3) penentuan tujuan berdasarkan tinjauan filosofis, (4) peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.

b)   Menentukan pengalaman belajar. Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu : (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi tujuan, (2) pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, (3) siswa harus terlibat dalam belajar, (4) diberikan beberapa pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pendidikan, (5) pengalaman belajar yang disediakan dapat menghasilkan beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh informasi, mengembangkan sikap sosial, mengembangkan minat.

c)    Pengorganisasian pengalaman belajar
         Ada tiga prinsip menurut Tyler (1950: 55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu: kontinuitas, urutan isi, dan integrasi.
         Prinsip kontinuitas ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Bersifat vertikal artinya pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar selanjutnya. Prinsip kontinuitas bersifat horizontal artinya bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
         Prinsip urutan isi, sebenarnya erat hubungannya dengan kontinuitas, perbedaannya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya, setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memerhatikan tingkat perkembangan siswa. pengalaman belajar yang diberikan di kelas lima harus berbeda dengan pengalaman pada tingkat selanjutnya.

d)   Evaluasi
         Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui kelemahan dan kekuatan program kurikulum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.

2)   Menurut John D. Mc. Neil
The Humanistic Curriculum by John D. MCNeil
          Kurikulum humanistik menekankan peran penting pada aktivitas-aktivitas yang berupa eksploratori, puxxeling, dan tumbuh alami (spontanitas). Semua kegiatan inilah yang polok dalam inovasi dan pembaharuan sendiri (self-renewal). Kurikulum humanistik memberikan kesempatan utama pada para peserta didik. Bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah pusat kegiatan pendidikan. Merek adalah subjek yang menjadi potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, akan tetapi segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dll.). Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru. Pendidikan humanistik menekankan peran siswa. pendidikan merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi yang pesimistif, rileks, akrab. Berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Menurut McNeil "the new Humanists are self actualizer who see curriculum as a liberating process that can meet the need for growth and personal integrity". Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan masalah sendiri.

Ketentuan Kurikulum Humanistik
          Dua bentuk umum kurikulum humanistic yaitu: Confluent dan Consciousness. Walaupun pendidikan konfluen definisinya berbeda satu sama lain dengan Consciousness, namun ada kesamaan umum dalam memasukkan pengaruh pada isi kurikulum tersebut. Pendidikan konfluen menekankan pada keberadaan materi pokok kurikulum (subject matter curriculum), banyak aplikasi sebagaimana ”sebuah pemusatan kurikulum’’ yang membuat para siswa menjadi subject matter dan emosi, perasaannya, serta pemikiran yang berbasis pada inquiry dan belajar. Sedang kurikulum Consciousness mengikatkan pada spiritualitas dan transenden-yang dalam pengalaman kami secara pribadi dalam ketidaksadaran subyektif diri sendiri, seperti pada perasaan yang tidak ada hubungannya dengan dunia di sekitar kita. Barangkali memerlukan intuisi, kemisteriusan, dan mistis siswa yang mencari makna dan tujuan dalam kerja dan hidupnya.

Peranan Guru
Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa. guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan siswa juga mampu menjadi sumber. Ia memberikan materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar. Guru harus memberikan dorongan kepada siswa atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa. guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak disenangi siswa.
          Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menemankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Delam evaluasinya, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kalau kurikulum yang biasa terutama subjek akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria pencapaian. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. kegiatan belajar yang baik adalah memberikan pengalaman yang akan membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penilaiannya bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
 
3)   Menurut Peter F. Oliva
          Dalam buku Developing The Curiculum,  Oliva mengemukakan bahwa suatu model kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Model pengembangan kurikulum yang ia kemukakan terdiri dari 12 komponen yang harus dikembangkan.
          Komponen I adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuannya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
          Komponen II adalah analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II ini. Komponen I berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal, sedangkan dalam komponen II sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
          Komponen III dan IV berisi tantang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II. Sedangkan, dalam komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
          Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran. (bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri).
          Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen VIII. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). selanjutnya pengembangan kurikulum diteruskan pada komponen X yaitu mengimplementasikan strategi pembelajaran.
          Setalah strategi diimplementasikan, pengembang kurikulum kembali pada komponen IX yaitu komponen IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian seperti yang telah ditetapkan pada komponen IX A bisa ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
          Dari penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen XI dan XII dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
          Menurut Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara khusus.

4)   Model Taba
          Model Taba lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai ssuatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
          Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Tetapi, menurut Hilda Taba pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan kurikulum. Oleh karena itu, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini (Oliva, 2005:135), yaitu:
a.    Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
1)      Mendiagnosis Kebutuhan. Pada langkah ini, pengembang kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa. Melalui diagnosis tentang “gaps”, berbagai kekurangan (defeciencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
2)      Memformulasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
3)      Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan kepada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
4)      Mengorganisasi ini. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.
5)      Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
6)      Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu ke dalam paket-paket kegiatan. Sebaiknya dalam menentukan paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
7)      Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah dapat mencapai tujuan atau belum.
8)      Menguji Keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
b.    Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.    Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.   Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e.    Implementasi dan diseminasi kurikulum yang teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.

9)   Model Wheeler
          Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Proses pengembangan kurikulum terjadi secara terus-menerus. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima fase ( tahap ). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara sistematis atau berurut. Artinya kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua, manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap awal. Demikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa ujung. Wheeler berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni :
a.    Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat normatif yang menagandung tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis ( goals ). Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan yang mudah diukur ketercapainnya.
b.    Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c.    Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
d.   Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar.
e.    Melakukan sevaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaain tujuan.
          Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheeler, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran). Pada hakekatnya setiap tahapan pada siklus membentuk sebuah sistem yang terdiri dari komponen-komponen pengembangan yang saling bergantung satu sama lainnya.

10)                   Model Nicholls
          Model pengembangan kurikulum Nichools menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nichools digunakan apabila ingin meyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi. Adapun lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nichools, yaitu :
a.    Analisa Situasi.
b.    Menentukan Tujuan Khusus.
c.    Mennetukan dan mengorganisasi isi pelajaran.
d.   Menentukan dan mengorganisasi metode.
e.    Evaluasi.

11)                   Model Dynamic Skilbeck
          Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah (school Nased Curriculum Development). Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembangan termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari menganalisis sesuatu sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan alternatif dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah:
a.    Menganalisis situasi
b.    Memformulasikan tujuan
c.    Menyusun program
d.   Interpretasi dan omplementasi
e.    Monitoring, feedback, penilaian, rekonstruksi.

C.  Prosedur Umum Pengembangan Kurikulum

D.  Kurikulum Muatan Lokal
a.    Pengertian Muatan Lokal
1.    Kurikulum Muatan Lokal menurut Surat Keputusan Dirjen tahun 1987 adalah kurikulum yang diperkaya dengan materi pelajaran yang ada di lingkungan setempat.
2.    Kurikulum Muatan Lokal yang ada di kurikulum tahun 1994 adalah materi pelajaran yang diajarkan secara terpisah menjadi bahan kajian sendiri, dan tertera dalam program kurikulum secara terpisah pula.
3.    Menurut Soewardi 1980 muatan lokal pada intinya adalah materi pelajaran dan pengenalan berbagai hal yang memperlihatkan cirri khas daerah tertentu yang bukan saja terdiri atas berbagai keterampilan dan kerajinan tradisional, tetapi juga manifestasi kebudayaan daerah seperti bahasa daerah, tuliasan daerah, legend dan adat istiadat.
4.    Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya di kaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah tersebut. Lingkungan yang terkait terdiri atas dua macam lingkungan:

1.    Lingkungan alam phisik
·      Lingkungan alam phisik alami, misalnya: daerah rural , urban, semi rural, dan semi urban.
·      Lingkungan phisik buatan, misalnya: lingkungan dekat pabrik, pasar, pariwisata, jalan besar, pelabuhan   dan sebagainya.

2.    Lingkungan masyarakat
         Menurut Prof. A. Sigit, lingkungan masyarakat memiliki tujuh lapisan lapangan hidup, yaitu:
1)   Masyarakat yang berlapang hidup dalam bidang ekonomi, misalnya: pertanian, perdagangan, kerajinan, peterhakan, perikanan, perkebunan, trasportasi, jasa dll.
2)   Berlapang hidup dalam bidang politik, misalnya: pimpinan partai, pimpinan lembaga pemerintah maupun    swasta.
3)   Berlapang hidup dalam bidang ilmu pengetahuan, misalnya: guru, peneliti, pengarang dll.
4)   Berlapang hidup dalam bidang keagamaan, misalnya: orang yang bekecimpung dalam perayaan hari besar agama, adat istiadat dan lainsebagainya.
5)   Berlapang hidup dalam bidang olah raga, kurikulum dalam muatan lokal misalnya: berbagai permainan daerah.
6)   Berlapang hidup dalam bidang kekeluargaan, kurikulum muatan local misalnya: gotong royong, silaturahmi, melayat dan lain sebagainya.
                      Menurut sejarah, sebelum ada sekolah formal, pendidikan yang berprogram muatan lokal telah dilaksanakan oleh para orang tua dengan metode drill dan dengan trial & error serta berdasarkan berbagai pengalaman yang mereka hayati.
          Pendidikan yang diajarkan bertujuan agar anak-anak mereka dapat mandiri dalam kehidupan. Sedangkan keberhasilan metode ini ditandai oleh mereka yang dapat hidup dengan mandiri.
          Kurikulum muatan lokal di bentuk dan diberikan pada anak didik dalam rangka pengenalan dan pemahaman atas warisan karakteristik daerah masing-masing.

b.   Ruang Lingkup Kurikulum Muatan Lokal
Ruang lingkup kurikulum muatan lokal adalah sebagai berikut:
1.    Lingkup isi muatan lokal didasarkan pada keadaan daerah, kebutuhan lingkungan dan kebutuhan siswa yang akan belajar.
2.    Lingkup sekolah.
3.    Lingkup wilayah.

c.    Fungsi Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum fungsi kurikulum muatan lokal adalah:
1.    Mengelola lingkungan alam secara bertanggung jawab, melestarikan nilai-nilai dan mengembangkan kebudayaan daerah serta meningkatkan mutu pendidikan dan jati diri manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.    Menumbuhkna dan mengembangkan sikap senang bekerja, bergaul, memelihara, dan meningkatkan cita rasa keindahan, kebrsihan, kesehatan, serta ketertiban, dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga Negara Indonesia yang bertanggung jawab.

d.   Tujuan Kurikulum Muatan lokal
          Dibentuknya sebuah kurikulum, sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, begitu juga kurikulum muatan lokal. Adapun tujuan-tujuan dalam kurikulum muatan lokal antara lain: berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, trampil, beretos kerja, profesional, mementingkan pekerjaan yang praktis, sehat jasmani, cinta lingkungan, kesetiakawanan sosial, kreatif-inovatif untuk hidup, produktif, dan cinta tanah air. Tujuan lain dari kurikulum muatan lokal, yaitu: Tujuan langsung dan tujuan tak langsung.
1)   Tujuan Langsung
·      Memudahkan murid dalam menyerap bahan pelajaran.
·      Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
·      Murid lebih mengenal kondisi alam.

2)   Tujuan Tak Langsung
·      Meningkatkan pengetahuan murid mengenai daerahnya.
·      Menanamkan jiwa mandiri untuk menolong orang tua dan dirinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
·      Menjadikan murid akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.

Kedudukan Muatan Lokal Dalam Kurikulum
          Muatan lokal dalam kurikulum menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri atau menjadi kajian mata pelajaran yang sudah ada. Sebagai mata pelajara yang berdiri sendiri, biasanya kurikulum muatan lokal memiliki alokasi waktu tersendiri.

Sumber Bahan Muatan Lokal
Muatan lokal mempunyai beberapa sumber bahan ajaran, antara lain sebagai berikut:
1.    Nara Sumber
·      Pengalaman seorang guru
·      Ketrampilan yang dimiliki peserta didik
·      Narasumber yang datang dengan tiba-tiba dari alam sekitar
2.    Software
Sumber muatan lokal yang terdapat pada berbagai tulisan atau mungkin juga terdapat pada berbagai film dokumentasi yang sengaja dibuat sebagai sumber muatan lokal.
3.    Hardware
Suatu bahan ajaran yang sifatnya dapat di amati dan dapat diraba, misalnya berbagai alat upacara daerah, alat pertanian, alat pertukangan, alat kesenian dan sebagainya.
4.    Lingkungan
Sumber bahan muatan lokal yang terdapat disekitar, biasanya bersifat historis, misalnya: museum, monument, adat istiadat dan lain sebagainya.
5.    Berbagai hasil diskusi oleh berbagai pakar atau nara sumber yang relevan
Sistem Penyampaian
Dalam penyampaian kurikulum ini, menggunakan suatu metode mengajar. Akan tetapi metode yang dipilih tergantung pada jumlah siswa, sifat bahan yang digunakan, media yang tersedia, kesiapan guru, waktu pelaksanaan dan situasi.

Kendala atau Rintangan
          Sesuai dengan flow chart pada PROSES PEMBELAJARAN maka kendala-kendalanya dapat dilihat dari berbagai sudut sebagai berikut:
1.    Peserta didik                         : minat dan kebutuhan peserta didik yang sangat heterogen.
2.    Guru                          : minimnya kualitas maupun kuantitas dalam hal                                                               metodologinya.
3.    Administrasi                         : administrasi kurikulum yang tidak jelas.
4.    Sarana/prasarana       : buku, dana dan silabus yang belum jelas.
5.    Kurikulum                 : perbedaan kurikulum disetiap daerah.

e.    Format Kurikulum Muatan Lokal
          Sesuai dengan tujuan penyajian GBPP bahwa guru diberikan kesempatan untuk berkreasi mengembankan sendiri materi yang disediakan untuk dijadikan rencana pengajarn yang menarik menurut dia, maka kurikulum muatan lokal juga menyajikan materiyang sifatnya masih umum.

f.     Pengembangan Muatan Lokal
          Karena bahan mauatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal ini sangat menentukan. Untuk melaksanakan pengembangan, harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1)   Menyusun perencanaan muatan lokal.
2)   Melaksanaan pembinaan.
3)   Merencanakan pengembangan.

1.    Menyusun perencanaan muatan lokal
          Dalam menyusun suatu perencanaan muatan lokal menyangkut berbagai sumber seperti pengajar, metode, media, dana dan evaluasinya.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan bahan muatan lokal yang akan di ajarkan:
a.    Mengidentifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal.
b.    Menyeleksi bahan muatan lokal.
c.    Mencari sumber bahan, tertulis maupun yang tidak tertulis.
d.   Mengusahakan sarana/prasarana yang relevan dan terjangkau.
      
       Setelah perencanaan kurikulum muatan lokal yang serapi mungkin, akan tetapi dalam pelaksanaannya tentu akan mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Oleh karena itu diperlukan suatu pembinaan yang dilakukan secara continue oleh tenaga-tenaga yang professional.

2.    Pengembangan Muatan Lokal
Dalam muatan lokal ada dua arah pengembangan, yakni:
a.    Pengembangan untuk jarak jauh
b.    Pengmbangan untuk jarak pendek

          Pengembangan jangka jauh dilaksanakan secara berurutan atau berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yangn pernah ada pada sekolah-sekolah di bawahnya.
          Sedangkan pengembangan dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara: menyusun kurikulum muatan lokal kemudian menyusun GBPP-nya dan direvisi setiap saat. Setelah pengembangan, masih ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

v Perluasan muatan lokal
Cukup memberikan pada siswa dasar-dasar bahan muatan lokal dari berbagai muatan lokal, sedangkan pendalamannya dilaksanakan pada periode selanjutnya. 

v Pendalaman muatan lokal
Setelah siswa mengetahui dasar dari bahan muatan lokal, maka kemudian diperdalam sampai mendalam, misalnya: siswa sudah mengetahui dasar bahan muatan lokal tentang pertanian, maka dilanjutkan mengenai bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkannya, penyakitnya, pemasarannya dan sebagainya




Daftar Isi

Abdullah. 2007. Pengembangan KURIKULUM Teori & Praktik. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Dakir, H. 2004. PERENCANAAN dan PENGEMBANGAN KURIKULUM. Jakarta: PT Rineka    Cipta.
Hamlik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Subandijan. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Soetopo, Drs. Hendiyat, 1982. Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bina Aksara.
Idi, Abdullah. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Yogjakarta: Ar-Ruzz Meda.