LANDASAN-LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
dosen
pengampu: Prof. Dr. Wina Sanjaya, M.Pd.
disusun
oleh:
Dian Ludiawanti NIM 1105725
Herlangga Juniarko NIM 110
Nur Fitri Wulansari NIM 1102489
DIK
4 B
PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA
PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Makalah ini berjudul “Landasan Pengembangan Kurikulum”. Makalah
ini terdiri atas tiga bab, bab satu pendahuluan berisi latar belakang, rumusan
masalah, dan tujuan penulisan makalah. Bab dua pembahasan berisi hakikat
pengembangan kurikulum, prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, landasan
pengembangan kurikulum. Landasan tersebut dibagi menjadi empat yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologi dan antropologis, dan
landasan IPTEK.
Bab tiga penutup berisi simpulan dan
saran. Daftar pustaka.
Penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis tidak menutup kemungkinan
dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis
berharap Bapak/Ibu Dosen dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun/konstruktif demi perbaikan makalah kedepan.
Bandung,
Februari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Di zaman modern seperti sekarang ini, pendidikan
mempunyai peran yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan sebagai sarana
untuk mengembangan potensi diri yang ada. Pendidikan juga tidak lepas dari
kurikulum. Karena kurikulum itu sebagai pondasi bagi pendidikan agar kegiatan
belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Setiap manusia pasti berkembang
begitu pula dengan kurikulum. Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang
mempunyai kebutuhan berbeda setiap zamannya. Kurikulum
akan selalu berkembang agar dapat memenuhi kebutuhan suatu lembaga. Ketika
kurikulum tidak dikembangkan sesuai dengan meningkatnya kebutuhan suatu
lembaga, maka lembaga itu akan mengalami ketertinggalan. Tetapi untuk
mengembangkan kurikulum, tidak hanya dirancang sesuai keinginan para pengelola
lembaga tertentu, melainkan harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan
kurikulum, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis,
landasan sosial budaya, dan landasan IPTEK.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Prinsip apa saja yang ada dalam
pengembangan kurikulum?
2. Mengapa kurikulum
memerlukan landasan?
3. Seberapa penting
landasan dalam pembuatan kurikulum?
4. Bagaimana landasan
kurikulum jika ditinjau dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan
masalah di atas, makalah penelitian ini disusun dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui prinsip
yang harus ada dalam kurikulum.
2. Mengetahui
perlunya landasan dalam
kurikulum.
3. Mengetahui pentingnya
landasan dalam pembuatan kurikulum.
4. Mengetahui landasan
kurikulum jika ditinjau dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki
peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya
dirumuskan tentang tujuan yang harus sicapai sehingga memperjelas arah
pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus dimiliki setiap siswa.
Fungsi landasan pengembangan kurikulum adalah seperti
fondasi sebuah bangunan. Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses
pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus.
Pengembangan landasan kurikulum terdiri atas tiga
sumber, yaitu:
1.
Studi
tentang hakikat dan nilai ilmu pengetahuan
2.
Studi
tentang kehidupan
3.
Studi
tentang siswa dan teori-teori belajar sebagai aspek psikologi
B. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum
1) Prinsip
Relevansi
Pengembangan kurikulum yang meliputi
tujuan, isi dan sistem penyampaian harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan
keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
2) Prinsip
Fleksibelitas
Kurikulum yang luwes mudah
disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan
ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Prinsip
fleksibelitas memiliki dua sisi:
pertama, fleksibel
bagi guru yaitu kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk
mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada.
Kedua, fleksibel
bagi siswa yaitu kurikuum harus menyediakan berbagai kemungkinan program
pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3) Prinsip
Kontinuitas
Kurikulum
disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu
sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan
prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga
mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
4) Prinsip
Efektifitas
Prinsip efektivitas berkenaan dengan
rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektivitas dalam suatu
pengembangan kurikulum, yaitu:
Pertama, efektivitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam
melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas.
Kedua, efektivitas kegiatan siswa dalam melaksanakan
kegiatan belajar.
5) Prinsip
Efisiensi
Kurikulum dikatakan memiliki tingkat
efesiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang
terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal. Kurikulum harus dirancang untuk
dapat digunakan dalam segala keterbatasan.
C. Landasan
Pengembangan Kurikulum
1.
Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia. Philos artinya cinta yang mendalam dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian,
filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan
kearifan. Secara populer filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup
suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu. Filsafat sering diartikan sebagai
pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidip bagi individu.
Filsafat sebagai landasan fundamenatal, filsafat memegang peranan
penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam
proses pengembangan kurikulum. Pertama,
filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang
harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian
tujuan. Keempat, melalui filsafat
dapat ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses
pendidikan.
a.
Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan dapat diartikan sebagai proses
pengembangan semua aspek kepribadian manusia, baik aspek pengetahuan, nilai dan
sikap, maupun keterampilan. Tujuan pendidikan harus mengandung tiga hal yaitu:
·
Autonomy, artinya memberi
kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan
kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
·
Equity, artinya pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh
warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi.
·
Survival, artinya pendidikan bukan saja harus dapat menjamin terjadinya
pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke generasi akan tetapi juga
harus memberikan pemahaman akan saling ketergantungan antar manusia.
Filsafat sebagai sistem nilai harus menjadi dasar dalam menentukan
tujuan pendidikan, artinya pandangan hidup atau sistem nilai yang dianggap baik
oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus
dicapai. Manusia macam apa yang kita harapkan sebagai akhir proses pendidikan?
Hendak dibawa kemana anak yang kita didik itu? apa yang harus dikuasai oleh
mereka? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu erat kaitannya dengan filsafat
sebagai sistem nilai.
Kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk
mempersiapkan aggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan dan
dapat hidup dalam system nilai masyaraktnya sendiri, oleh sebab itu laam proses
pengembangan kurikulum harus mencerminkan system nilai masyarakat.
Nilai-nilai atau norma yang diakui sebagai pandangan hidup suatu
bangsa, seperti Pancasila bagi bangsa Indonesia, bukan hanya harus menjiwai isi
kuri kulum yang berlaku, akan tetapi harus mewarnai filsafat dan tujuan lembaga
sekolah serta merembes ke dalam praktik pendidikan oleh guru di dalam kelas.
Menurut Bloom (1965), tujuan pendidikan dapat digolongkan ke dalam
tiga domain (bidang), yaitu domain
kognitif, afektif dan psikomotor. Domain
kognitif berhubungan dengan pengembangan intelektual atau kecerdasan. Bidang
afektif berhubungan dengan pengembangan sikap dan bidang psikomotor berhubungan
dengan keterampilan.
b.
Filsafat sebagai Tujuan Berpikir
Berpikir filosofis adalah berpikir yang memiliki ciri-ciri
tertentu. Sidi Gazalba seperti yang dikutip Uyoh Sadulloh (2004) mengemukakan
ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang radikal, sistematis dan
universal. Berpikir yang radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya, tidak
tanggung-tanggung sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir sistematis
adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh
kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan. Berpikir
universal, artinya tidak berpikir secara khusus, yang terbatas kepada
bagian-bagian tertentu. Orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir
secara mendalam tentang masalah secara menyeluruh sebagai upaya mencari dan
menemukan kebenaran.
Menurut Nasution (1989), ada empat aliran utama dalam filsafat
yaitu idealisme, realisme, pragmatisme dan eksistensialime.
Aliran
idealisme memandang bahwa kebenaran
itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. Manusia tidak dapat melihatnya secara
lengkap apalagi menciptakannya. Manusia hanya mampu menemukan kebenaran yang
sebetulnya sudah ada. Pandangan aliran idealisme tentang hakikat kenyataan itu
memiliki pengaruh tentang pengetahuan serta nilai-nilai atau norma serta
terhadap aspek-aspek lain.
Aliran
realisme memandang, bahwa manusia
pada dasarnya dapat menemukan dan mengenal realitas sebagai hukum-hukum
universal, hanya saja dalam menemukannya itu dibatasi oleh kelambanan sesuai
dengan kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan dapat diperoleh secara ilmiah
melalui fakta dan kenyataan yang dapat diindra.
Aliran
pragmatisme berpendapat bahwa
kenyataan itu pada hakikatnya berada pada hubungan sosial, antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya. Berkat hubungan sosial itu, manusia dapat
memperbaiki mutu kehidupannya.
Aliran
eksistensialisme mengakui
bahwa sebagai individu setiap manusia memiliki kelemahan-kelemahan, namun
demikian setiap individu itu dapat memperbaiki dirinya sendiri sesuai dengan
norma-norma dan keyakinan yang ditentukannya sendiri.
1.
Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah,
kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologis perkembangan dan kondisi
psikologis belajar anak.
a.
Psikologi Perkembangan Anak
Untuk memahami perkembangan siswa, salah satu teori yang banyak
digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Piaget yang terkenal dengan
teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget, kemampuan kognitif merupakan suatu
yang fundamental yang mengarahkan dan membimbing perilaku anak. Menurut Piaget,
perkembangan intelektual (kognitif) setiap individu berlangsung dalam
tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tertentu itu menurut Piaget terdiri
dari 4 fase, yaitu:
Sensorimotor
(0-2 tahun), pada fase ini kemampuan
kognitif anak sangat terbatas. Piaget mengistilahkannya dengan kemampuan yang
bersifat primitif, artinya masih didasarkan kepada perilaku yang terbuka. Intelegensi
sensorimotor juga dinamakan intelegensi praktis. Dikatakan demikian, oleh
karena pada masa ini anak hanya belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan
secara praktis dan belajar bagaimana menimbulkan efek tertentu tanpa memahami
apa yang sedang ia lakukan kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan itu. dari
proses interaksi, anak memperoleh pengalaman fisik dan pengalaman mental.
Piaget percaya, bahwa asal mula tumbuhnya struktur mental adalah aksi atau
tindakan. Artinya, apabila seorang anak melihat, merasakan, atau mengerakkan
suatu benda, maka ia akan memaksa otaknya untuk membangun program-program
mental untuk menguasai dan menanganinya.
Praoperasional
(2-7 tahun), menurut Piaget, fase
ini ditandai dengan beberapa ciri. Pertama, adanya kesadaran dalam diri anak
tentang suatu objek. Kedua, pada fase ini kemampuan anak dalam berbahasa mulai
berkembang. Melalui pengalamannya anak dapat mengenal objek dan anak akan mampu
mengekspresikan sesuatu dengan kalimat pendek namun efektif. Ketiga, fase praoperasional
ini juga dinamakan fase intuisi, sebab pada masa ini anak mulai mengetahui
perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari individu atau kelasnya.
Keempat, pandangan terhadap dunia, pada fase ini bersifat animistic, artinya bahwa segala sesuatu yang bergerak di dunia ini
adalah hidup. Keliama, pada fse ini pengamatan dan pemahaman sangat dipengaruhi
oleh sifatnya yang egocentric. Ia
akan beranggapan bahwa cara pandanag orang lain terhadap objek sana seperti
dirinya.
Operasional
Konkret (7-11 tahun), pada masa ini pikiran
anak terbatas pada objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman
langsung. Pada masa ini, selain kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki pada
masa sebelumnya, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut dengan system of operations. Kemampuan kognitif
yang dimiliki anak pada fase ini meluputi conservation,
addition of classes dan multiplication
of classes. Dengan munculnya kemampuan-kemampuan di atas, maka kemampuan
operasi kognitif ini juga meliputi kemampuan melakukan berbagai macam
operasional secara matematika, seperti menambah, mengurang, mengalikan dan
membagi.
Operasional
Formal (12-14 tahun ke atas), Piaget menanamkan fase
ini sebagai fase formal operational, karena pada masa ini pola berpikir anak
sudah sistematik dan meliputi proses-proses yang kompleks. Aktivitas proses
berpikir pada fase ini mulai menyerupai cara berpikir orang dewasa, karena
kemampuannya yang sudah berkembang pada hal-hal yang bersifat abstrak. Anak
sudah mampu memprediksi berbagai macam kemungkinan. Baik tujuan maupun isi
kurikulum harus mempertimbangkan taraf perkembangan anak. Tanpa pertimbangan
psikologi anak, maka dapat dipastikan kurikulum yang disusun tidak akan
efektif.
b.
Psikologi Belajar
Pengembangan kurikulum tidak akan terlepas dari teori belajar.
Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Banyak teori
yang membahas belajar sebgai proses perubahan tingkah laku. Menurut John Locke,
manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke
menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas
itu bergantung pada orang yang menulisnya. Berbeda dengan pandangan Locke,
Leibnitz menganggap bahwa manusia itu adalah organisme yang aktif. Manusia
adalah sumber dari pada semua kegiatan. Pada hakikatnya, manusia bebas untuk
berbuat, manusia bebas untuk menentukan atau membuat pilihan dalam setiap
situasi.
Menurut
aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi
antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak
atau hubungan antara Stimulus dan Respon.
2.
Landasan Sosiologis dan Antropologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat
berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan
pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks ini sekolah bukan hanya
berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan
tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan
masyarakat. Kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan
tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang
melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang
dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal,
tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Antropologi berasal dari kata
anthropos yang berarti
"manusia", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia–manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang. Dengan
demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial–budaya dalam suatu
masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
3.
Landasan
IPTEK dalam Pengembangan Kurikulum
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia pada masa yang berbeda dengan
masa sebelumnya, bahkan masa yang tidak pernah terbayangkan di masa lalu.
Munculnya hasil-hasil teknologi seperti hasil teknologi transportasi, yang bukan
hanya menyebabkan manusia bisa menjelajah dunia, bahkan hingga luar angkasa.
Demikian juga kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, yang
memungkinkan manusia untuk mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia
dalam waktu singkat. Namun demikian, kemajuan tersebut tidak hanya memunculkan
dampak positif, bersamaan dengan itu muncul pula berbagai dampak negatif
kemajuan teknologi yang sering membuat cemas.
Munculnya
permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan tugas-tugas pendidikan yang diemban
sekolah menjadi kian kompleks. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan
kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Bahkan
seiring dengan kemajuan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tanggung
jawab sekolah kini menjadi tugas sekolah. Sekolah tidak hanya bertugas
menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus memberi
keterampilan, juga harus menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Dengan tugas
dan tanggung pendidikan yang demikian berat, kurikulum sebagai alat pendidikan,
harus selalu diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi
maupun prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian cepat. Pendidikan merupakan usaha menyiapkan anak didik agar siap menghadapi
lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan. Kita maklumi bersama bahwa
perubahan tersebut berjalan dengan pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan guna perannya di
masa datang. Sementara itu teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan
ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-maslaah praktis. Dengan
demikian Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program yang harus dilaluinya.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program yang harus dilaluinya.
Mengingat
pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan, di sisi lain
perubahan masyarakat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan teknologi yang
semakin pesat, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan IPTEK.
Perhatian
terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum, secara langsung adalah dengan
menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan
kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan untuk menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi guna menyelesaikan persoalan hidupnya. Khususnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah bersifat normatif, dengan
demikian perubahan nilai-nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu diarahkan agar bisa menuju pada perubahan yang
bersifat positif. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus senantiasa
menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya,
sehingga menghasilkan kurikulum yang memiliki kekuatan, dan juga bisa
mengembangkan dan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi lebih
memajukan peradaban manusia. Para
pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya guru-guru, harus memahami perubahan
tersebut, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam kurikulum tidak menjadi
usang, atau ketinggalan zaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan
didasarkan pada hasil pemikiran dan penelitian mendalam. Jika kurikulum disusun
tidak berdasarkan landasan-landasan pengembangan kurikulum seperti landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologi dan antropolgi serta
landasan IPTEKS maka akan berakibat buruk kepada sistem pendidikan terutama
berakibat buruk kepada proses pengembangan kurikulum, karena hakikatnya
kurikulum dibuat agar peserta didik dapat terjun atau berpartisipasi langsung
dalam dunia masyarakat dan kehidupan nyata. Landasan filosofis berkaitan dengan
filsafat yang merupakan unsur yang cukup penting dalam mengembangkan kurikulum,
landasan psikologis berkaitan dengan psikolog perkembangan anak dan psikolog
belajar. Landasan Sosiologis dan Antropologis berkaitan dengan budaya-budaya
dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat sebagai acuan dalam mengembangkan
kurikulum. Landasan IPTEKS berkaitan dengan isi kurikulum yang menyelaraskan
dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni.
B.
Saran
Sebaiknya peserta didik diberi informasi mengenai
landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum. Landasan-landasan kurikulum ini
sangat penting dalam pengembangan kurikulum karena tanpa landasan-landasan
tersebut isi kurikulum akan kurang relevan jika dikaitkan dengan kehidupan
nyata. Peserta didik jangan diberikan bentuk kurikulum saja namun harus
mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan pengembangan kurikulum serta
komponen-komponen kurikulum yang sesungguhnya akan sangat berguna bagi peserta
didik dalam kehidupan bermasyarakat atau kehidupannya yang nyata kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,
Wina. 2010. Kurikulum Dan Pembelajaran
(Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Musthofa, Zaeni. 2012. Landasan IPTEK Pengembangan Kurikulum. [Online].
Tersedia: http://willzen.blogspot.com/2012/01/landasan-iptek-pengembangan-kurikulum.html. [ 25 Februari 2013].
Prasetya, Sukma Perdana. 2012. Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/kajian-kurikulum/108-landasan-kurikulum. [ 25 Februari 2013].
Suryani, Iis. 2012. Landasan Antropologi Pendidikan. [Online].
Tersedia: http://iissuryani1993.blogspot.com/2012/12/landasan-antropologi.html.
[25 Februari 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar